Rabu, 10 Oktober 2012

Upacara HUT Kota Probolinggo Baju Asat dan Bahasa Madura


Upacara HUT Kota Probolinggo Baju Asat dan Bahasa Madura
Senin, 17 September 2012 13:20 WIB

TRIBUNJATIM.COM,PROBOLINGGO—Upacara bendera memperingati hari jadi KotaProbolinggo, ke 653, yang jatuh 4 September, berlangsung cukupunik.
Seluruh peserta upacara dan undangannya mengenakan pakaian adat pendalungan. Tidak hanya itu, upacara yang berlangsung Senin (17/9/2012), juga menggunakan bahasa madura sebagai bahasa pengantar dalam upacara tersebut.
Suasana upacara yang tidak lazim itu, sempat menjadi bahan tertawan peserta dan undangan serta warga kota yang menyaksikan prosesi  upacara tersebut. Bahkan pemimpin upacara, wali kota HM. Buchori, sempat  kebingungan mencari kalimat yang pas untuk mengungkapkan sesuatu, saat sedang menyampaikan sambutan. 
Kelucuan juga terjadi tatkala komandan upacara, Kabag Pembangunan Masykur, menyampaian laporan kepada pemimpin upacara. Saking semangatnya memberi laporan kesiapan upacara ke wali kota, dengan logat dan dialek bahasa madura, kumis pasangan yang dikenakannya, miring. 
Tidak hanya itu, Masykur juga kesulitan berjalan saat menuju podium, tempat pemimpin upacara, yang berjarak sekitar 30 meter. Gaya berjalannya tidak seperti kesehariannya, sebab clurit yang terselip diperutnya, mengganggu langkah kakinya.
“Lapor, upacara ngak ngengak eh areh kededdien kottah Probolinggo sing kapeng nem atos seket telok (653) taon 2012, se-kaleresan bereng tanggel settong bulen tekepek taon 1433, siap e molaen. Laporan lastareh,” begitu ucap komandan upacara saat melapor ke pemimpin upacara. 
Mendengar laporan seperti itu, pemimpin upacara menjawab, “Terus agi,” ucap HM Buchori.

Usai melapor, Maskur kembali ke tempat.  Artinya, lapor, upacara memperingati gari jadi Kota Probolinggo ke 653 tahun 2012 yang bersamaan atau berbarengan dengan tanggal 1 bulan Dzulqaidah (Selo, Jawa) tahun 1433 Hijriyah, siap dimulai. Laporan selesai,” begitu ucap komandan upacara saat melapor ke pemimpin upacara. Mendengar laporan seperti itu, pemimpin upacara menjawab, “Terus agi,” ucap HM Buchori. Usai melapor, Maskur kembali ke tempat. 
Mendengar dialog upacara yang begitu, spontan peserta dan undangan yang mengerti bahasa  madura, g tertawa. Sedang peserta dan undangan yang tidak mengerti dialog laopran komandan dengan pemimpin upacara, hanya tolah-toleh ke kiri kana, kebingungan. 

Mereka kemudian bertanya ke peserta yang lain,  Upacara yang dilgelar di alun-alun dan dimulai pukul 8.00 wib itu, berlangsung  singkat. Sebab tidak ada acara pengibaran bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta mengheningkan cipta. Upacara yang didominasi warna merah dan hitam itu diikuti sekitar  500-san. Terdiri dari perwakilan satker, lima camat dan 19 lurah yang ada di wilayah Kota setempat.
Sebagai peserta undangan, 30 anggota DPRD, Mispida, Muspika serta tokoh agama dan masyarakat. Mereka seluruhnya menganakan pakaian adat pedalungan. Seperti, pakaian sakera (adat madura), kebaya, bahkan peserta dari etnis cina yang memakai pakaian ada cina serta etnis arab, yang mengenakan jubah dab surban.
Sedang pemimpin atau inspektur dan komandan  upacara mengenakan pakaian adat madura yang diresmikan sebagai pakaian jawa timur. Mereka mengenakan pesak berwarna hitam (Celana gombor dan pakaian tanpa krah dengan dua saku di bagian bawahnya). Sedang pakaian dalamnya berupa kaos lorek atau garis-garis melintang berwarna merah dan putih.
Tidak hanya itu, pembawa acara, dan penabuh drumband (Bedug inggris) juga mengenakan pakaian yang sama (Pakaian sakera). Begitu juga dengan para undangan yang terdiri dari 30 anggota DPRD setempat, Komanan Kodim 0820 dan Kapolres Probolinggo, Kepala Kejaksaan dan Ketua Pengadilan. 
Usai upacara wali kota menyerahkan berbagai pengharkaan ke siswa dan pegawai yang berprestasi. Dalam kesempatan itu,  HM. Bukhori juga melepas burung dan merpa.

Sumber           : Surya
Reporter          : Agus Purwoko
Editor               : Yoni

0 komentar:

Posting Komentar